Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang
yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah
dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu
melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah
dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan,
wahai Ibnu `Imran.”
Wasiat Nabi Khidir A.s Kepada Nabi Musa A.s
1. “Wahai Musa”, jadilah kamu seorang yang berguna bagi orang lain.
Sebaik-baiknya
manusia yang berguna bagi orang lain karena keberadaannya sangat
dibutuhkan dan andaikata dia pergi, mereka merasa kehilangan sehingga
yang akan dijadikan panutan tidak ada, dan sebagai penggantinya yang
setaraf pun tidak ada.
2. Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang hanya menimbulkan kecemasan diantara mereka sehingga kamu dibenci mereka.
Kerukunan dan ketentraman lingkungan di dambakan disetiap warga.
Dan
apabila ada seseorang yang membuat resah masyarakat yang menimbulkan
kecemasan mereka, kepergiannya tidak akan dinantikan kedatangannya lagi.
Dengan kepergiannya, masyarakat merasa tentram, keberadaannya disetiap yang ditempati selalu dibenci dan bahkan di usir.
3. Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan janganlah sampai mengerutkan dahimu kepada mereka.
Muka cemberut dan kusam menunjukkan wajah atau hati sedih dan kurang senang pada keadaan.
Terimalah apa adanya dengan senang hati, jalani saja kehidupan ini dengan ketabahan dan sabar, walaupun pahit dirasa.
Kejadian apapun yang kita alami, pasti Allah Swt akan memberikan hikmah dan pelajaran dibaliknya.
Dengan demikian kesedihan pun sirna dengan sendirinya, dan wajah kelihatan berseri-seri tampaklah muka ceria.
4. Janganlah kamu keras kepala, atau bekerja tanpa tujuan.
Keras
kepala adalah sifat yang harus disingkirkan jauh-jauh, karena bisa
mengalahkan sifat-sifat baik lainnya, kalau sifat keras kepala masih
mendominasi pada diri yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri
bekerja pun tak terarah dan sia-sia.
5. Jangan Mencela…
Apabila kamu mencela seseorang, hanya karena kekeliruannya saja. Kemudian tangisi dosa-dosamu.
Menyalahkan orang lain atau mencela tidak diperbolehkan. Pesan Nabi Khidir A.s Ketika hendak berpisah dengan Nabi Musa A.s,
Berlandaskan firman Allah Swt dalam surat Al Insyiqaq ayat 19 :
“Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kejadiannya)”.
Sebagai
tambahan “Diriwayatkan bahwa setelah Nabi Khidir A.s hendak mau
meninggalkan Nabi Musa A.s, dia (Khidir) berpesan kepadanya: Beliau
(Khidir ) Berpesan penjelasannya sebagai berikut:
Pesan yang Pertama.
Manusia diciptakan oleh Allah Swt tingkat demi tingkat, salah satunya
tingkat pemahaman belum berubah atau berbeda sebab yang dicela tingkat
pemahamannya dibawah yang mencela, tidak dibenarkan mencela atau
menyalahkan. Orang semisal kelas 3 disalahkan oleh orang kelas 5.
Seharusnya yang kelas 5 mengalah, dan seyogianya ia harus tahu bahwa
perbuatan itu kurang benar, maka segeralah mohon ampun kepada Allah dan
jangan diulanginya lagi.
Pesan yang ke-Dua.
Wahai Musa, pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu dapat mengerti apa
yang belum kamu fahami, tetapi janganlah sampai kamu jadikan ilmu-ilmu
hanya sebagai bahan omongan. (Riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Asakir).
Faham
sesuatu ilmu bukan untuk modal berdebat, menonjolkan sesuatu faham yang
berseberangan dan faham yang baru selesai dipelajarinya itu adalah yang
paling benar sehingga bangga atas golongannya itu dan mengajak adu
argument bahwa dialah yang paling benar sendiri, ini tidak dibenarkan
sebab berdebat itu tidak diperbolehkan sebagaimana surat Al Baqarah ayat
139 :
“Katakanlah, apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang
Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan
kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan
hati”.
Berseberangan faham yang sudah diyakini tidaklah perlu di
usik satu sama lain karena masing-masing sudah kokoh dalam keyakinannya
hanya saja ajakan orang-orang yang masih ngambang atau yang belum iman.
Pesan yang ke-Tiga.
Wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu memberi nasehat itu tidak
pernah merasa jemu seperti kejemuan orang-orang yang mendengarkan.
Memberi
nasehat kepada orang lain janganlah mengharapkan sesuatu imbalan apapun
kecuali ridha Allah Swt dan tugas menyampaikan. Tugas menyampaikan dan
mensyiarkan agama Allah Swt adalah tugas setiap umat muslim, firman
Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al Hajj ayat 32 mengatakan :
“Demikianlah
(perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”.
Dan kita sendiri
jangan merasa bosan-bosan untuk menengarkan para penceramah itu termasuk
tholabul ilmi yang diwajibkan pada setiap muslim, walaupun ilmunya
banyak.
Pesan yang ke-Empat.
Maka janganlah kamu berlama-lama dalam menasehati kaummu. Berilah
nasehat singkat, padat, berisi, dan yang penting tidak membosankan. Dan
ketahuilah bahwa hatimu itu ibarat sebuah bejana yang harus kamu rawat
dan pelihara dari hal-hal yang bisa memecahkannya. Iman didalam hati
belum tentu sudah kokoh tanpa djaga dan dirawat dan dipelihara karena
lapisan luar hati masih dipenuhi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak ke
arah perbuatan yang kurang baik. Maka dari itu waspadalah dalam menjaga
hati jangan sampai hati terpengaruh dari hasutan syaitan yang cara
penyusupan penyerangannya lewat hawa nafsu. Begitu hati sudah terkena
pengaruh hawa nafsu pecahlah hati ini. Dan hati-hatilah dalam
menjaganya.
Pesan yang ke-Lima.
Kurangilah usaha-usaha duniawimu dan buanglah jauh-jauh dibelakangmu,
karena dunia ini bukanlah alam yang akan kamu tempati selamanya. Dunia
yang kita tempati ini tidaklah selamanya kita tempati dan setelah
selesai hidup kita pun pindah di alam lain, maka kumpulkan amal
kebajikan untuk modal menuai di akhirat nanti.
Jangan buang-buang
waktu, tanamlah amalmu untuk menggapai kebahagiaan di alam akhirat,
apabila tidak ditanami amal kebajikan apa yang diambil disana kita akan
rugi di dunia dan di akhirat. Waktu kita di dunia hanya sebentar,
tidaklah lama sebagaimana keterangan Al-Qur’an surat An Naziyat ayat 46 :
“Pada
hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa seakan-akan
tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) diwaktu sore atau di
pagi hari”.
Pesan yang ke-Enam.
Kamu diciptakan adalah untuk mencari tabungan pahala-pahala akhirat nanti.
Semua
makhluk yang bernama manusia beramar ma’ruf nahi munkar. Mengerjakan
amal yang baik untuk bekal di akhirat serta mencegah hal yang munkar
untuk diri sendiri dan dilanjutkan kepada orang lain yang menjalani hal
yang munkar yang dilarang. Bersikap ikhlaslah dan bersabar hati
menghadapi kemaksiatan yang dilakukan kaummu.
Sabar dalam menghadapi
kemaksiatan dilingkungannya, ini bukan berarti diam tetapi sabar dalam
bentuk berusaha mencegah dan menggantikan dengan perbuatan yang baik.
Apabila mengalami kesulitan, bersabarlah, mencari solusinya dan jalan
keluar yang baik.
Pesan yang ke-Tujuh.
Hai Musa, tumpahkanlah seluruh pengetahuan (ilmu) mu, karena tempat yang
kosong akan terisi oleh ilmu yang lain. Kewajiban manusia yang berilmu
untuk membagi ilmunya kepada orang lain yang membutuhkan, bukan ilmu
yang diberikan kepada orang lain itu habis tetapi malah sebaliknya
justru bertambah banyak. Apa sebabnya?
Karena, ilmu yang kita berikan
kepada orang lain dengan ikhlas dan ridha, Allah Swt pun ridha menambah
ilmu Nya kepada orang tersebut.
Pesan yang ke-Delapan.
Janganlah kamu banyak mengomongkan ilmumu itu, karena akan dipisahkan
oleh kaum ulama’. Membicarakan ilmu yang sudah dicapai dengan predikat
ilmu mukasyafah dengan orang yang diluar kelompoknya yang masih dibawah
jauh dari ilmu yang dicapai, maka akan terjadi kurang baik bagi dirinya
juga bagi orang lain.
Pendapat mengenai hal ini, Imam Al Ghozali
mengatakan, “Pengetahuan-pengetahuan yang begini yang hanya boleh
dikemukakan melalui isyarat, tidak diperkenankan untuk diketahui setiap
manusia.
Begitulah halnya dengan orang yang berpengetahuan tersebut
tersingkap padanya, dia tidak boleh mengungkapkannya kepada orang yang
pengetahuan tersebut tidak tersingkap atasnya.” (Sufi dari Z.Z. hal.
181).
Pesan yang ke-Sembilan.
Maka bersikaplah sederhana saja, sebab sederhana itu akan menghalangi
aibmu dan akan membukakan taufiq hidayah Allah Swt untukmu.
Menjalani kehidupan dengan kesederhanaan ini berarti sudah meninggalkan kehidupan keterikatan dengan keduniawian.
Banyak
tokoh-tokoh Sufi yang tadinya hidup dalam kemewahan ditinggalkannya
untuk hidup dalam kesederhanaan. Dengan hidup sederhana hatinya tidak
disibukkan dengan harta.
Ibadah kepada Allah Swt lebih tenang dan
khusyu’, dalam pendekatannya kepada Allah Swt serasa tak mengalami
kesulitan. Berantaslah kejahilanmu dengan cara membuang sikap masa
bodohmu (ketidak pedulian) yang selama ini menyelimutimu.
Dari
kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya
adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun
yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya.
Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang
diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni,
yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan
terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak
terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang
dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan
gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru
dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah
dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan
kedudukan yang sangat istimewa kepada guru
Sumber:Moeslema.com